Rasisme Terjadi Lagi setelah pernah terjadi hal serupa pada tahun 2019 dan beberapa tahun-tahun sebelumnya kini : Mahasiswa Papua di Bali K...
Rasisme Terjadi Lagi setelah pernah terjadi hal serupa pada tahun 2019 dan beberapa tahun-tahun sebelumnya kini :
Mahasiswa Papua di Bali Kembali Jadi Korban Diskriminasi Rasial
![]() |
Photo doc, pelaku rasis |
Jimbaran, Bali – Insiden rasisme kembali terjadi. Kali ini, tiga mahasiswa Papua yang tengah menempuh studi di Bali menjadi korban ujaran kebencian dan kekerasan verbal di tempat tinggal mereka sendiri, sebuah kos-kosan di kawasan Jimbaran, Badung, Bali.
Kejadian memilukan ini menimpa Fio, mahasiswa asal Sorong, Papua Barat, bersama dua rekannya, Novela dan Herlina. Mereka mendapatkan perlakuan rasis dari salah satu tetangga kos mereka, yang bernama (Mohamat Sahrudin, asal kab,sumenep jawa timur ) , pada Sabtu malam, 10 Mei 2025.
Awal Kejadian
Sekitar pukul 21.11 WITA, Fio dan ke dua temannya yang sedang duduk berbincang santai di depan teras kos usai aktivitas kampus. Fio setelah istrahat baru saja keluar dari kamarnya untuk bergabung. Namun tak lama kemudian, sekitar pukul 22.13, situasi berubah tegang ketika pelaku tiba-tiba mendatangi mereka dengan amarah dan melontarkan ujaran makian dan rasis seperti “anjing”, “kurus”, dan “monyet”, yang ditujukan secara langsung kepada Fio dan memarahi teman-temannya.
Tak hanya secara verbal, pelaku juga melakukan kekerasan fisik dengan menampar Fio dan mengancam secara sepihak, meskipun Fio baru saja bergabung dan belum terlibat dalam percakapan sebelumnya. Fio sempat mempertanyakan alasan mengapa hanya dirinya yang dimarahi, padahal penghuni kos lain juga sering berbincang hingga larut malam. Pertanyaan itu tidak mendapat jawaban, malah disambut dengan lontaran ujaran kebencian makian dan kata-kata rasis yang menyudutkan Fio dan teman-temannya.
Setelah mengetahui mendapat informasi dari Fio dan teman-temannya diperlakuan demikian, Ketua Ikatan Mahasiswa dan Masyarakat Papua (IMMAPA) Bali dan beberapa anggotanya segera mendatangi lokasi sekitar pukul 00.11 dini hari. Niat mereka untuk mencari klarifikasi dari pelaku namun tidak berhasil, karena pelaku menutup pintu kamar dan menolak untuk klarifikasi. Hal ini memancing emosi beberapa mahasiswa yang datang ke tempat kejadian setelah melihat Fio menangis dan mengalami trauma. Akibatnya, terjadi aksi dorong hingga pelaku sempat dipukul oleh beberapa mahasiswa yang geram.
Pada pukul 01.40 WITA, para mahasiswa berusaha meredam emosi dan mengklarifikasi kembali insiden tersebut. Namun, pelaku tetap tidak kooperatif.
Keesokan harinya, Minggu 11 Mei, mahasiswa Papua kembali ke kos untuk mengantar Fio dan kawan-kawan. Tanpa diduga, pelaku telah lebih dulu melaporkan kejadian pemukulan ke Polsek Jimbaran. Sekitar pukul 14.35, sepuluh mahasiswa Papua diminta ikut oleh pihak kepolisian untuk dimintai keterangan.
Setibahnya di kantor polsek jimbaran beberapa mahasiswa papua menunggu pihak kepolisian yang katanya akan mengklarivikasi insiden tersebut dengan pihak pelaku dan pemilik kos namun Meski telah menunggu selama beberapa jam, upaya klarifikasi dari pihak kepolisihan nihil karena suda menunggu lama dan hanya mahasiswa papua saja yang di bawa ke polsek jimbaran tanpa pihak pelaku yang melapor dan pemilik kos juga tidak kunujung tiba untuk kelarifikasi kejadian tersebut bersama, hasilnya tidak direspons dengan baik.
Ketua IMMAPA dan rekan-rekan akhirnya memutuskan untuk kembali ke asrama sekitar pukul 22.37 WITA karena tidak ada kejelasan dari pihak kepolisian.
Menurut keterangan Fio dan teman-temannya, kejadian rasisme ini bukanlah yang pertama. Sejak tahun 2023, mereka sudah berulang kali menerima perlakuan serupa dari lingkungan sekitar. Ironisnya, ini terjadi di tengah berbagai regulasi yang menjamin perlindungan hak asasi manusia dan larangan terhadap diskriminasi rasial di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta Pasal 28I UUD 1945 secara tegas melarang segala bentuk diskriminasi. Namun dalam praktiknya, mahasiswa Papua masih kerap menjadi korban perlakuan rasis tidak hanya terhadap Oap namun dalam lingkungan masyarakat di berbagai wilayah, dari Jawa, Sumatera, hingga bali dan beberapa tempat lain nya di Indonesia masi sangat di sayangkan karena terus terjadi hal serupa.
Insiden ini kembali menunjukkan bahwa rasisme bukan hanya masalah individu, melainkan persoalan sistemik yang masih mengakar kuat dalam pola pikir sebagian masyarakat indonesia. Mahasiswa Papua berharap kejadian ini dapat menjadi momentum untuk membuka mata pikiran publik dan pemerintah bahwa isu rasisme tidak boleh lagi dianggap remeh.
“Rasisme bukan sekadar hinaan, tapi luka psikologis yang terus membekas.” ujar salah satu mahasiswa yang hadir dalam pertemuan di Polsek Jimbaran.
kasus ini menambah daftar panjang perlakuan tidak adil terhadap mahasiswa Papua di berbagai daerah, menunjukkan bahwa rasisme masih menjadi masalah serius yang belum ditangani tuntas di Indonesia.
Tetap baku jaga
Sa ko kitong satu papua.
IMMAPA BALI, God Bless.
COMMENTS